Search
Close this search box.
Whatsapp Chat
Konsultasikan Zakat Anda kepada Kami

Ustadz Zainuddin MZ : “Bolehkah Qurban Patungan?”

Seorang teman pernah bertanya, bolehkah qurban patungan padahal tidak ada tuntunannya dalam Kitab Allah dan sunah Rasulullah saw.? Semestinya saya tidak langsung menjawab boleh atau tidak, melainkan mendefinisikan dulu secara spesifik, qurban apa yang dimaksudkan, jika tidak demikian, maka akan terjadi kesalah fahaman. Inilah sebuah pengalaman jika berdiskusi tentang sesuatu yang belum jelas maksudnya. Karena setiap jenis qurban memiliki aturan syariat yang berbeda.

A. Definisi Qurban

Secara etimologi, qurban dari kata qaruba-yaqrubu berarti dekat. Al-qurbu maknanya kedekatan, dengan tambahan alif dan nun menjadi qurban berarti sighat mubalaghah, yakni sedekat dekatnya. Seperti ghadhab berarti marah, ghadban berarti klimaks dari kemarahan. Rahima artinya sayang, maka rahman berarti maha sayang, dan begitu seterusnya.

Secara terminologi, adalah salah satu bentuk ketaatan kepada Allah untuk tujuan kedekatan kepada Allah sedekat-dekatnya dengan media penyembelihan ternak qurban (bahimah an’am) berupa unta, sapi dan sejenisnya, dan kambing dan sejenisnya. Dengan demikian tidak pada tempatnya menggunakan pemikiran liberal, misalnya karena masyarakat sudah bosan daging unta atau sapi atau kambing, lalu dialihkan penyembelihan kelinci atau lainnya.

B. Macam-Macam Qurban

Pertama, Hadyu. Adalah menyembelihan ternak qurban terkait syukuran sukses ibadah haji, khususnya yang berhaji tamattu’, sehingga waktu penyembelihannya setelah wukuf di Arafah, apakah di hari raya Adha atau hari-hari tasyrik.

Kedua, Udhiyah. Adalah penyembelihan ternak qurban sebagai rasa syukur kebersamaan di hari raya Qurban bagi mereka yang tidak pergi haji, sehingga waktu penyembelihannya, sama dengan qurban Hadyu.

Ketiga, Dam. Adalah akibat dari pelanggaran kewajiban-kewajiban terhadap manasik haji, yang di antara kafaratnya adalah penyembelihan ternak qurban. Karena jenis dam bergantung dengan jenis pelanggarannya. Waktu penyembelihannya makin cepat makin baik, sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian istilah ‘dam tamattu’, perlu diluruskan. Karena dalam pelaksanaan haji tamatu’ sama sekali tidak ditemukan jenis pelanggarannya, bahkan menurut jumhur ulama haji tamattu’ merupakan yang afdhal.

Keempat, Aqiqah. Adalah penyembelihan ternak qurban terkait syukuran dianugerahi anak, penyembelihannya di hari ketujuh pasca kelahiran anak, walaupun dibolehkan kapan saja setelah itu dalam batas anak belum baligh.

Penjelasan macam-macam qurban ini sangat perlu, karena memiliki perbedaan hukum, mukalaf, distribusi, waktu penyembelihan dan sebagainya. Artikel berikutnya difokuskan pada qurban Udhiyah sebagai rangkaian perayaan hari raya Adha.

C. Siapa Mukalafnya?

Berbeda dengan qurban Hadyu yang mukalafnya secara individu. Untuk qurban Udhiyah mukalafnya adalah kolektif, atas nama keluarga, bukan atas nama individu. Disinilah akar masalah yang membuat diskusi sering tidak terselesaikan dengan baik.

Dalam qurban Hadyu memang ditemukan qurban patungan, yakni seekor sapi atau unta untuk tujuh person. Sehingga jika sebuah keluarga besar sebanyak sepuluh orang menunaikan ibadah haji, maka tujuh di antara mereka bisa bersyarikat membeli seekor sapi, sedangkan tiga sisanya masing-masing seekor kambing, kecuali jika ada anggota keluarga yang tidak mampu, maka dia dapat menggantikannya dengan berpuasa sepuluh hari.

Hadits-hadits yang muncul bolehnya bersyarikat tujuh orang itu porsinya terkait dengan ibadah haji, bukan terkait perayaan berhari raya Adha sebagaiman yang akan dipaparkan pada point berikutnya.

Adapun terkait qurban perayaan hari raya Adha, mukalafnya adalah keluarga (kolektif) bukan individu. Sebagaimana yang diriwayatkan Mihnaf bin Sulaim:

Mihnaf bin Sulaim ra. berkata: Saat kami wukuf di Arafah bersama Rasulullah saw. aku mendengarnya bersabda: Wahai manusia, pada setiap keluarga di setiap tahun penyembelihan Udhiyah dan Atirah.

HR. Baihaqi: 18789; Ahmad: 17920; Abu Dawud: 2788; Tirmidzi: 1518; Nasai: 4224; Ibnu Majah: 3125. Pada awalnya Albani menilainya dhaif, namun akhirnya rujuk dan menilainya shahih. Periksa Shahih Sunan Tirmidzi: 1518. Periksa juga Taraju’at Albani: 193.

Itulah sebabnya hadits riwayat Abu Hurairah berikut ini bermasalah:

Dinarasikan Abu Hurairah ra., Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa mempunyai kemampuan dan ia tidak menyembelih qurban, maka janganlah ia mendekat dengan tempat shalat kami. Hr. Ahmad: 8259, Ibnu Majah: 3123, Hakim: 7565, Baihaqi: 18791.

Pertama, redaksi ‘man kana’ berkonotasi secara individu, pahahal yang benar adalah untuk kolektif. Jika dalam satu keluarga berjumlah enam orang dan semuanya mampu, maka berapa jumlah qurbannya?

Kedua, tidak adanya korelasi yang mampu tidak berqurban dengan pelaksanaan shalat. Artinya, walaupun ada seseorang mampu, namun tidak berqurban dan ia ikut shalat berhari raya Adha jika syarat dan rukunnya terpenuhi, maka shalatnya sah.

Itulah sebabnya, Ibnu Hajar al-Asqalani setelah mendatangkan hadits di atas dalam Bulughul Maram, ia berkomentar yang rajih dalam pandangan ulama adalah mauquf (perkataan Abu Hurairah), bukan sabda Nabi. Dalam kasus seperti ini ucapan Abu Hurairah jelas berseberangan dengan hadits shahih, maka tidak mungkin dikedepankan. Apalagi jika dikaitkan dengan hadits lain: Tiga hal bagiku wajib dan bagi kalian sunah, di antaranya adalah penyembelihan qurban.

D. Qurban Udhiyah Untuk Kolektif

Dari paparan di depan dapat difahami bahwa mukalaf qurban Udhiyah adalah atas nama keluarga. Problem akademiknya, bagaimana seseorang memahami konsep keluarga itu sendiri. Bagi yang memahami keluarga itu hanya anak, bapak, cucu, saudara dan kesejajarannya baik secara nasab maupun pernikahan, tentunya setiap individu keluarga boleh urunan untuk menyembelih qurban Udhiyah, namun jika seseorang memahami konsep keluarga termasuk ikatan kekerabatan dalam interaksi sosial, misalnya keluarga besar pengurus PWM Jatim atau keluarga besar SMA MUHI Sidoarjo urunan untuk dapat membeli seekor kambing atau seekor sapi, kenapa tidak dibenarkan?

E. Hadits Qurban Bersyarikat

Kendala utama kesulitan memahami qurban patungan dikarenakan adanya beberapa hadits yang secara dhahir, qurban apapun secara patungan dibenarkan, jika tujuh orang bersyarikat untuk membeli seekor sapi atau unta.

Pertama, hadits Jabir ra.

Jabir berkata: Rasulullah saw. menuntun tujuh puluh unta saat tahun Hudaibiyah. Katanya: Kami berqurban seekor unta untuk tujuh orang. Hr. Ahmad: 14438; Thabari dalam Tarikh: 2/116; dan Baihaqi dalam Dalail: 31/294.

Analisa: Hadits ini dinilai Arnauth, sanadnya kuat, namun porsinya bukan pada qurban Udhiyah, melainkan qurban Dam. Rasulullah saw. dan para sahabat gagal atau muhshar (terhalang) melanjutkan perjalanan hajinya, sehingga di tempat Hudaibiyan dilakukan perjanjian dengan Quraisy, bahwa umat Islam baru boleh menjalani haji pada tahun berikutnya. Maka konsekuensinya adalah menyembelih qurban.

Kedua, hadits Ibnu Abbas ra.

Ibnu Abbas ra. berkata: (Rasulullah swa. menyembelih qurban Hadyu pada tahun Hudaibiyah) (seekor unta yang bagus awalnya milik Abu Jahal) (pada hidungnya terdapat lingkaran cincin perak, untuk membangkitkan kemarahan orang-orang musyrik). Hr. Abu Dawud: 1749; Ibnu Majah: 3100; Ahmad: 2079.

Analisa: Hadits ini dinilai hasan oleh Albani. Periksa Shahih dan Dhaif Sunan Abi Dawud: 1749. Porsinya sama dengan hadits di atas, yakni pada qurban Hadyu, bukan pada qurban Udhiyah. Terjadinya juga di tahun perjanjian Hudaibiyah ketika Nabi terhalang hendak menjalani ibadah haji.

Ketiga, hadits Jabir bin Abdullah ra.

Jabir bin Abdullah ra. berkata: (Kami pergi berihram haji bersama Rasulullah saw.) (Lalu Nabi memerintah kami tahalul dan menyembelih qurban Hadyu) (kami bersyarikat pada qurban unta dan sapi, setiap tujuh orang dengan seekor unta) (Maka kami menyembelih seekor unta untuk tujuh orang, sapi juga untuk tujuh orang) (Lalu seeorang bertanya Jabir: Apakah siyarikatkan pada unta seperti pada kambing? Ia menjawab, hanyalah pada unta). HR. Muslim: 1217, 1318, 13718; Ibnu Khuzaimah: 2900; Ahmad: 14148, 14965, 15087; dan Baihaqi: 19018.

Analisa: Hadits di atas shahih, porsinya juga qurban Hadyu, yakni saat para shabat berihram untuk haji.

Keempat, hadits Jabir bin Abdullah ra.

Dinarasikan Jabir bin Abdullah ra., Nabi saw. bersabda: Seekor sapi untuk tujuh orang, dan seekor unta juga untuk tujuh orang.

HR. Ibnu Hibban: 1781; Abu Dawud: 2808; Ahmad: 14633; Thabrani dalam Ausath: 5917.

Analisa: Hadits ini dinilai shahih oleh Albani. Periksa Shahih Jami’ Shaghir: 2889. Walaupun tampaknya umum, berlaku setiap jenis qurban, namun yang jeli pasti memahami porsi hadits ini untuk qurban Hadyu sebagaimana hadits Jabir lainnya. Indikasinya, mukalafnya bukan kolektif, melainkan untuk individu.

Kelima, hadits Abu Zubair.

Abu Zubair mendengar Jabir bin Abdullah menceritakan haji Nabi saw. Katanya: (Nabi memerintah kami jika tahalul untuk menyembelih qurban Hadyu, kami bersyarikat dalam qurban itu) (kami menyembelih seekor sapi untuk bersyarikat padanya tujuh orang) (dan seekor unta juga untuk tujuh orang) (Yakni saat Nabi memerintah mereka untuk tahalul dari hajinya).

Hr. Muslim: 1318; Abu Dawud: 2807; dan Nasai: 4393.

Analisa: Hadits di atas shahih. Porsinya jelas pada qurban Hayu, yakni ketika Nabi memerintahkan para sahabat tahulul dari ihram hajinya (fashul haji ila umrah), kemudian mereka diperintah menyembelih qurban Hadyu secara bersyarikat.

Beginilah cara memahami hadits yang kami terapkan dalam kader konsorsium hadits, tidak mengambil hadits secara sepotong, namun harus dirangkum dari berbagai referensi agar dapat diketahui pada porsi apa hadits itu disampaikan oleh Rasulullah saw. Yakni memahami hadits secara proporsional. Adakah hadits yang spesifik, misalnya ketika kami di Madinah, kami berqurban Udhiyah bersyarikat seekor sapi untuk tujuh orang?

F. Catatan Akhir

Saat menikmati perayaan hari raya Qurban, semua elemen masyarakat terlibat mengkonsumsinya, baik yang kaya maupun yang miskin, bahkan yang menggembirakan, Muhamadiyah telah mempelopori qurban sapi raksasa. Jika dibebankan hanya untuk tujuh orang, tentu menjadi beban bagi umat. Alhamdulillah warga Muhammadiyah dengan urunan semampunya dapat membeli sapi tersebut. Untuk dinikmati secara kebersamaan. Sementara qurban Hadyu hanya diperuntukkan untuk qani’ wa mu’tar, al-bais al-faqir.

DR. Zainuddin MZ (Direktur Markaz Turats Nabawi – Pusat Studi Hadits)

[divider]

 

Baca Kabar lainnya

Profil

Donasi

Layanan

Daftar